Selasa, 24 Desember 2019

Rangking oh rangking

Akhir tahun, bertepatan dengan akhir semester. Orang tua banyak yang memajang hasil belajar anaknya, rangking 1,2,3 sampai 10 besar menjadi kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri, sehingga banyak orang tua yang mengekplorasi hal tersebut dimedia sosial. Walau Saya kadang berseloroh, memang siswa dikelasnya ada berapa, jangan-jangan rangking 1 dari 3 siswa, atau rangking 3 dari 3 siswa. He he



Apakah mengeksplorasi hal tersebut adalah salah dan tabu, tidak juga. Membanggakan prestasi dari anak-anak kita adalah hal yang wajar dan biasa karena orang tua juga merasa tidaklepas dari proses perjuangan si anak yang cukup berat untuk mendapatkan hal tersebut baik berupa do’a atau dukungan lainnya. Bahkan jika sebenarnya orang tuanya tidak perhatian sama sekali kepada anaknya, orang tua tersebut tetap merasakan kebanggaan dan kebahagian itu meskipun itu merupakan tamparan tersendiri bagi dirinya. Sebenarnya hal ini bisa menimbulkan hal positif dimana orang tua yang sebelumnya tidak perhatian akan menjadi perhatian terhadap anaknya.

Bagaimana dalam perspektif seorang anak yang notabene dialah sang juara…

Melihat binar-binar kebahagiaan dimata ibu dan bapaknya adalah sesuatu hal yang sangat luar biasa. Hal tersebut juga sangat berpengaruh positif karena dia bisa semakin percaya diri dan semakin termotivasi untuk lebih baik lagi. Apalagi jika hal tersebut didapatkan dengan penuh perjuangan bahkan sampai berdarah-darah, ibaratnya sampai titik darah penghabisan. (Katanya)

Melihat betapa orang tuanya tersenyum sepanjang jalan setelah menerima hasil belajarnya menumbuhkan tekad yang lebih kuat untuk berpacu lagi semester berikutnya, hilang semua lelah, keluh dan kesah yang telah dijalani.


Tetapi ….

Bagaimana ketika dalam laporan hasil belajar siswa tersebut tidak tertera rangking (kurikulum 2013 meniadakan adanya rangking dalam laporan hasil belajar) Cuma banyak kita yang belum memahami dan masih terjebak dengan kebiasaan lama.

Ketika tidak rangking…
Banyak anak dan orang tua kecewa,
Orang tua kecewa karena anaknya tidak mendapat rangking kelas
Bahkan anaknya sendiri bisa lebih kecewa lagi karena merasa perjuangannya tidak berbuah manis
Begitu banyak orang tua bahkan tidak bisa melihat bagaimana perjuangan seorang anak
ketika dia berusaha matia-matian untuk mendapatkan rangking yang tinggi
bahkan rela mengorbankan waktu bermainnya
Begitu banyak orang tua, bahkan kita sendiri dibutakan oleh rangking…
Bagitu banyak anak yang stress karena tidak bisa memenuhi harapan orang tua
Stress berjuang dengan sekuat tenaga untuk memperoleh nilai yang baik
Stress berjuang untuk belajar dengan giat padahal kadang tidak begitu senang belajar mata pelajaran tertentu (PR buat guru termasuk saya sendiri untuk membuat belajar jadi menyenangkan)
Begitu banyak anak yang kehilangan kepercayaan dirinya ketika dia sudah tidak mendapat rangking 1,2,3 …
Saya sendiri mengalaminya, saya salah satu korban dari rangking…
perlu waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk mengembalikan kepercayaan diri itu.


Apakah orang tua selama ini salah…
Tidak sepenuhnya kesalahan dari orang tua
Lingkungan disekitar kita juga turut andil dalam hal tersebut
Lingkungan yang membentuk kita untuk terus membanggakan rangking
Lingkungan yang menuntut anak kita mendapat rangking…
Lingkungan yang menuntut anak kita menjadi contoh bagi saudara-saudaranya, contoh bagi keluarga lainnya… contoh bagi lingkungan disekitar kita
Apalagi kalau anak guru…
Sering muncul pertanyaan:
Masa anak guru tidak rangking?
Masa bapak dan ibunya bisa mendidik anak orang saja?
Dan masih banyak pertanyaan atau pernyataan lainnya
Ini efek dari lingkungan
Pertanyaan lain yang sering muncul:
Anakmu sekolah kelas berapa? Rangking berapa di kelasnya?
Atau pernyataan lain:
Anakku dapat piala karena rangking….
Anakku dapat hadiah dari guru dan sekolahnya karena rangking….
Bagaimana dengan anakmu?
Ini efek dari lingkungan


Harus sama-sama kita pahami
Rangking bukan hal-hal yang perlu diagung-agungkan
Bahwa rangking itu perlu, tetapi itu hanya bagian kecil bahkan bagian yang sangat kecil dari suatu prestasi yang sebenarnya.
Prestasi yang sebenarnya dari seorang anak adalah ketika dia bisa membuat kita tersenyum bahagia walau hanya dengan memandangnya, atau mendengar suaranya atau mendengar langkah kakinya, dan bisa merasakan keberadaannya walau kadang terpisah oleh jarak.
Prestasi yang sebenarnya dari seorang anak adalah ketika dia bisa menjalankan dan beribadah sesuai dengan tuntunan yang sebenarnya.
Prestasi yang sebenarnya dari seorang anak adalah ketika dia bisa berkata jujur, berbicara santun, berperilaku baik dan sopan serta mempunyai adab yang tinggi.
Prestasi yang sebenarnya dari seorang anak adalah ketika dia bisa menjadi dirinya sendiri, bisa menjalani hidup ini dengan senang tanpa beban dan bisa menghargai dirinya sendiri.


Sebagai orang tua…
Marilah kita hargai setiap perjuangan dan usaha anak-anak kita dalam belajar
Marilah kita hargai setiap perjuangan dan usaha anak-anak kita untuk terus menjadi lebih baik
Anak kita tidak harus hebat berhitung, anak kita tidak harus hebat berbahasa, anak kita tidak harus hebat menulis ….
Tetapi anak kita harus hebat dalam perilaku yang baik
Pengetahuan dan ketrampilan bisa diasah dalam beberapa waktu, tapi sikap yang baik harus dilatih dan dibiasakan sehingga menjadi suatu karakter yang baik.

Banggalah ketika anak kita bangun pagi tanpa harus dibangunkan
Banggalah ketika anak kita bisa mandi dan berpakaian sendiri
Banggalah ketika anak kita sarapan tanpa harus disuapi
Banggalah ketika anak kita bisa mencuci pakaiannya sendiri
Banggalah ketika anak kita bisa merapikan pakaiannya sendiri
Banggalah ketika anak kita bisa mengajak kita sholat bersama
Banggalah ketika anak kita bisa mengajak adiknya mengaji
Banggalah… walau sekecil apapun usaha mereka untuk menjadi lebih baik

Dia akan belajar mandiri, dia akan belajar bertanggung jawab, dia akan belajar kreatif, dia akan belajar memecahkan masalah, dia akan belajar bersikap yang baik dari rumah-rumah yang orangtuanya bisa menghargai dan menyayanginya dan selalu mendo’akannya.


Sebagai guru…
Marilah sama-sama kita pahami bahwa setiap siswa itu berbeda
Mereka mempunyai karakter masing-masing
Mereka mempunyai potensi dan bakat masing-masing
Mereka punya kekurangan dan kelebihan masing-masing
Ketika dia tidak memahami suatu materi yang kita sampaikan …
Boleh jadi mereka mempunyai pemahaman yang lebih pada materi yang lain
Tugas kita bukan “memintarkan siswa”
Tetapi tugas kita adalah membekali siswa untuk bisa menghadapi tantangan masa depan
Tugas kita adalah mendidik mereka untuk terus berusaha menjadi lebih baik
Hasilnya kita serahkan kepada Allah SWT.

Marilah kita terus memberikan dukungan dan motivasi kepada anak-anak kita untuk terus mengembangkan dan meningkatkan potensi dan karakternya
Mari kita sama-sama mengkondisikan lingkungan kita supaya bisa menerima bahwa semua anak adalah HEBAT, semua anak adalah LUAR BIASA, bukan karena rangkingnya tetapi karena memang diri mereka sendiri yang BERHARGA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Naik Pangkat

P ertemuan keduapuluh lima Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI Gelombang ke-28 Pemateri: Dr. Imron Rosidi, M.Pd Moderator: Yandri Novitas S...

Resume Menulis